Seperti menguyah batangan coklat, terasa manis, kau menikmatinya. Namun kau akan menangis karena kelebihan berat badan. Dan fluktuasi kadar gula pada darahmu, akan menyisakan penderitaan.
Sejenak, aku menghela nafas.
Berhenti menarik asap dari gulungan yang membara.
Menyeruput secangkir kopi hitam pahit dengan penuh nafsu.
Birahi terpendam, amarah membisu.
Menatap langit – langit,
Tidak cerah, tidak juga indah.
Mentari tidak ingin menampakkan dirinya,
Hanya kekosongan yang tergambar.
Kembaliku pada benak,
Mengandaikan perihal yang selalu menyisakan sendu.
Mimpi, yang tak pernah terbawa bangun,
Perlahan memudar dalam lelap.
Janji, berhasil teringkari.
Ucapan hanya sekadar karangan.
Karangan yang indah kau dengar,
Namun tak kasat oleh mata.
Dari harapan yang terberai,
Lahir sebuah keinginan untuk bercerai.
Untuk berhenti,
menambah usia pada kebohongan ini.
Untuk berhenti,
menggoreskan tinta pada lembaran cerita tak berarti.
Untuk menanti,
kisah baru untuk dijalani.
dan buku baru untuk dicaruti.
Dalam benak, inginku teriakkan:
“aku, berhenti.”
Namun, otak kananku tidak dapat ku bohongi.
Rasa itu masih sama –
– Seperti menikmati batangan coklat.
Leave a comment